Menurut mayoritas peserta Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) pada dasarnya pelayanan waria kepada klien wanita di salon itu tidak ubahnya seorang laki-laki seutuhnya kepada pelanggan wanita. Oleh sebab itu maka hokum pelayanan pada waria untuk melayani seorang wanita tidak diperbolehkan sebab ada unsur kemaksiatan. Namun ada yang memperbolehkannya jika seorang wanita itu mempuyai perilaku asli seperti layaknya seorang wanita atau perilaku tersebut tidak dibuat-buat, masih menurut Mazhab Hambali dan Maliki bahwa maksud dari perilaku tidak dibuat-buat yakni ketika sang waria tersebut saat bersinanggungan kepada seoarang wanita tidak memiliki rasa atau dalam arti kata syahwat sama sekali.
Terus bagaimana hukum mengangkat karyawan seorang waria? Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jatim merumuskan tidak boleh, kalau seorang karyawan waria tersebut bersinggungan langsung dengan para klien baik wanita maupun perempuan, karena mengandung unsur Wujud Madzinnah Al Maksiat, namun jika seorang karyawan waria tersebut diangkat atau dijadikan karyawan yang tidak bersinggungan langsung dengan seorang kliennya seperti menyapu atau berprofesi sebagai kasir maka di perbolehkan.
Nah ketika Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jatim telah merumuskan tentang pelarangan seorang waria melayani langsung terhadap para klien baik wanita maupun pria disalon, kemudian timbul pertanyaan satu lagi yang tidak boleh dianggap enteng yakni, lantas solusinya bagaimana ketika menghadapi dilema seperti tersebut diatas? Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jatim mempunyai jawaban atau merumuskan begini: mengingat waria adalah laki-laki dan tidak bisa dipandang sebagai kelompok tersendiri atau jenis kelamin sendiri, atau dalam arti seorang waria itu sebenarnya masih seseorang yang berjenis kelamin laki-laki hanya saja tingkah lakunya atau perilakunya cenderung menyerupai wanita maka untuk menanggulangi sifat tersebut (feminisme)maka seorang waria harus dikembalikan pada kodrat awalnya yakni kembali sebagai seorang laki-laki dengan cara beralih profesi dalam pekerjaan yang dapat menghilangkan karakteristik kewariaannya, seperti halnya profesi sebagai desainer dan lain sebagainya.
Rumusan tersebut seperti yang dibacakan oleh Ustad M. Kholid Afandi dari Lirboyo pada sesi penutupan Sidang Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) Jatim yang dilaksanakan tanggal 12-13 Bulan Januari 2011
sumber : http://jombangan.com/budaya/hukum-waria-kerja-disalon/