Surat ditulis oleh seseorang bernama Pangeran Siahaan. Melalui blog ripozte.wordpress.com, dia menulis surat berjudul "Surat Terbuka Nurdin Halid Kepada Hosni Mubarak", Sabtu (12/2/2011). Pada surat tersebut, Siahaan mengandaikan Nurdin Halid sebagai saudara muda dari Hosni Mubarak.
Tokoh Nurdin, pada tulisan itu, mengaku sangat sedih mendengar keputusan mundur dari Mubarak. Padahal, kepemimpinan otoriter Mubarak di Mesir telah dijadikan panutan untuk melakukan hal yang sama di PSSI. "Adinda mengerti segala tekanan yang kakanda terima dalam beberapa bulan terakhir ini, adinda tak menyangka kakanda yang begitu tegar akhirnya tumbang juga," tulis surat parodi tersebut.
Dia sangat menyayangkan langkah mundur yang diambil Mubarak. Menurutnya, Mubarak tidak perlu tergesa-gesa mundur karena bisa lebih mengulur waktu. "Adinda terkenang bagaimana kakanda Mubarak mengajari adinda teknik memecah suara oposan dengan mengorganisasi demonstran bayaran," tulis tokoh Nurdin.
Walau menyayangkan, tokoh Nurdin tetap menaruh hormat terhadap Mubarak. Dia menyebut, Mubarak telah sukses memegang tampuk kekuasaan selama puluhan tahun. "Jangan berkecil hati kakanda, 30 tahun sebagai pucuk pimpinan adalah prestasi fenomenal. Adinda akan berusaha sekuat tenaga menyamai prestasi itu," tulis tokoh Nurdin.
Inilah isi lengkat surat tersebut:
Surat Terbuka Nurdin Halid kepada Husni Mubarak
Dear kakanda Husni Mubarak,
Salam hangat dalam kasih Machiavelli.
Hari ini adinda menerima kabar yang tidak menyenangkan dari tepian Sungai Nil bahwa kakanda Mubarak telah mengundurkan diri sebagai presiden Mesir. Adinda merasa sangat sedih karena kediktatoran kakanda telah menjadi panutan bagi adinda dalam memimpin rezim totaliter di PSSI ini. Adinda mengerti segala tekanan yang kakanda terima dalam beberapa bulan terakhir ini, adinda tak menyangka kakanda yang begitu tegar akhirnya tumbang juga.
Adinda menyayangkan keputusan kakanda yang dirasa terlalu terburu-buru, padahal harusnya kakanda bisa mengulur waktu lebih lama lagi. Adinda terkenang bagaimana kakanda Mubarak mengajari adinda teknik memecah suara oposan dengan mengorganisasi demonstran bayaran. Adinda telah mempraktekkan dengan begitu sempurna di Indonesia. Spanduk-spanduk yang menguntungkan status quo telah adinda gelar di sepanjang jalanan Jakarta, persis seperti yang kakanda ajarkan dulu.
Belum hilang dari ingatan bagaimana kakanda menasehati adinda untuk menghalalkan segala cara demi melanggengkan kekuasaan. Adinda mengimplementasikannya dengan sangat baik di sini. Adinda telah mengatur agar terpilih lagi dalam Kongres PSSI yang akan digelar tak lama lagi. Semua yang memiliki hak suara telah adinda kantungi sehingga mereka dipastikan akan memilih adinda kembali sebagai penguasa PSSI.
Sangat dimengerti bahwa sekarang kakanda Mubarak sangat keki terhadap angkatan bersenjata yang memalingkan wajah mereka sehingga kakanda kehilangan dukungan. Adinda pun merasakan hal yang sama karena seorang jenderal militer berani-beraninya menggoyang kursi adinda pada pemilihan nanti. Keterlaluan, seharusnya tentara tetap tinggal di barak saja, tidak perlu mengurus hal-hal sipil.
Sulit bagi adinda menerima kenyataan bahwa kakanda Mubarak tak lagi berada di puncak kekuasaan. Dulu kita saling mengingatkan bahwa kata ”turun” adalah haram dan ”mundur” adalah sebuah tindakan tak ksatria nan pengecut. Lupakah kakanda Mubarak akan hal tersebut? Adinda benar-benar mencamkan seluruh wejangan kakanda, terlebih kalimat abadi yang tak pernah gagal itu, ”Jikalau seluruh rakyat menghendaki, maka saya akan mencalonkan diri lagi…”. Indah sekali.
Sekarang masa-masa itu telah usai. Adinda harap kakanda Mubarak bisa menjaga diri agar tetap selamat. Jikalau kakanda merasa tidak aman di luar sana, silakan datang ke Jakarta. Kakanda Mubarak bisa tinggal di apartemen Epicentrum Kuningan, Jakarta. Adinda kenal pemiliknya dan ia akan senang sekali menerima kehadiran kakanda Mubarak.
Jangan berkecil hati kakanda, 30 tahun sebagai pucuk pimpinan adalah prestasi fenomenal. Adinda akan berusaha sekuat tenaga menyamai prestasi itu.
Kiranya kasih karunia Machiavelli selalu menyertai kita.
Salam,
Nurdin Halid.
sumber ; beritajatim.com